Kebenaran itu…
Apa ya???
Mungkin gw bukan anak filsafat, tapi boleh donk berpendapat, he…
Sering gw berdebat dgn rekan sejawat :P, mempertahankan pendapat dengan menunjukkan siapa yang benar.
Sering gw menasehati junior dengan alasan mengajari hal yang benar.
Sering gw dimarahi karena dibilang tidak benar.
Jadi kembali lagi ke topik, apa definisi dari ‘benar’ atau ‘kebenaran’ itu sendiri?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sih… ‘benar’ itu artinya sesuai sebagaimana adanya (seharusya), dan ‘kebenaran’ didefinisikan sama dengan keadaan sesungguhnya. Yang menjadi permasalahan utama adalah disaat definisi ini dirasa tidak cukup untuk mengampu penggunaan kata ‘benar’ dalam mengungkapkan fakta atau sesuatu yang diyakini sebagai kebenaran. Kenapa demikian?
Saya pernah berpikir disaat melihat suatu kejadian, yang mungkin anda pasti sering lihat juga. Ini tentang saudara-saudara kita yang di cap tidak berpunya dan sering meminta-minta wujud nyata dari belas kasihan kita di pinggiran jalan. Disaat ada pengemis yang meminta pada kita, apa tindakan yang benar untuk kita lakukan menurut anda?
Jika diberi??? Hmmm… anda yakin itu digunakan untuk hal yang sesuai perkiraan anda, tidak pernahkah anda berpikir bahwa uang anda dipakai untuk membeli rokok?,
atau apakah anda pernah dengar kisah sukses para pengemis yang ternyata di desanya hidup makmur atau mungkin lebih kaya daripada anda?, percayakah anda jika mereka tinggal di rumah reot di kota namun punya rumah gedong di kampong, jika mereka hanya menganggap rumah reot sebagai gubuk dan kota tempat mereka mengemis sebagai ladang.
Jika tidak diberi??? Hmmm… bagaimana bila mereka benar-benar sangat dan amat butuh bantuan dari anda berapapun itu?, bagaimana anda bisa menenangkan hati anda nantinya jika membiarkan pengemis dengan wajah yang benar-benar mengharapkan bantuan anda?.
Pada akhirnya setiap keputusan itu akan didasarkan apa yang menurut anda benar untuk anda lakukan saat itu. Mungkin anda bisa berpikir >> yang penting saya sudah beramal, perkara dia pakai untuk apa atau apakah dia benar-benar miskin adalah urusan dia. Mungkin anda bisa berpikir >> nih bocah minta-minta, paling nanti dibeliin rokok kaya yg gw lihat kemarin, ga usah kasih lah. Apapun itu mari kita kembali ke topik lagi 🙂
Apakah alasan tersebut ada yang benar?, atau tidak ada yang benar?, atau benar semua?. Sesungguhnya seperti menanyakan pendapat seseorang, tidak ada pendapat yang salah.
‘Benar’ biasanya dapat ditegaskan apabila ada acuan yang mendasarinya, namun cenderung ada pendekatan makna antara ‘benar’ dan ‘sama’. Disaat dikelas saya ditanyakan bunyi pasal tertentu dari suatu undang-undang, akan dinyatakan oleh dosen ‘benar’ bila sama dengan yang ada di undang-undang, atau ‘salah’ bila sama sekali tidak sesuai. Apakah ini hakikat ‘kebenaran’?
Banyak hal yang bisa diperdebatkan di dunia ini, tidak terkecuali ilmu pasti. Bila ditanyakan berapa 2 ditambah 2 pasti spontan dijawab 4, namun sewaktu saya mengikuti seleksi olimpiade matematika justru ada beberapa jenis soal yang sebaiknya 2 ditambah 2 tidak dijawab 4 namun hasil mutlak dari akar 16. Hal ini ditujukan supaya soal dapat dikerjakan dengan efisien. Dari sini, apakah ukuran dari ‘benar’?
Dari keseluruhan pengalaman tersebut, gw pribadi menganggap ‘benar’ atau ‘kebenaran’ bukanlah kata yang memiliki definisi pasti dan mutlak seperti hitam dan putih. Kata ‘kebenaran’ merupakan kata yang digunakan seseorang sebagai gelar atas hal yang dijadikan landasan dalam melakukan sesuatu. Yups gelar…
Sering ada yang menyatakan >> “saya melakukan ini krn saya yakin inilah hal yang benar!”, dan apakah ‘benar’ yang diyakini oleh orang tersebut merupakan ‘kebenaran’ bagi setiap orang?, belum tentu atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini menjadikan ‘kebenaran’ bersifat relative dan tidak ada yang dapat dikatakan kebenaran mutlak. Itu semua bergantung pada berbagai macam variabel yang terdapat pada orang yang menyatakan ‘kebenaran’ tersebut, termasuk gw 🙂
Ukuran kebenaran pun tidak ada yang pasti, bahkan instrumen formal seperti undang-undang atau semacamnya pun belum tentu dapat menyamakan persepsi publik. Hal ini mengakibatkan undang-undang yang seharusnya menjadi acuan kebenaran atas suatu hal, dapat menimbulkan multiinteprestasi bila dibahas. Sangat masuk akal, bila kita lihat yang membuat dan membahas adalah manusia yang punya latar belakang dan cara berpikir berbeda satu sama lain. Makanya ga heran kali ya kalo ranah hukum sering disebut ranah abu-abu, he 🙂
Yang bisa gw utarakan sebagai variabel penentu kebenaran dari seseorang mungkin baru latar belakang ataupun cara berpikir, namun gw yakin masih banyak lagi variabel yang membentuk konsep kebenaran dalam diri masing-masing.
Yang perlu diperhatikan dengan seksama, perbedaan persepsi kebenaran pada hakikatnya bukanlah suatu pembeda yang saling menghancurkan satu sama lain, namun merupakan pelengkap yang saling menyempurnakan. Berpikir positif, berprinsip teguh niscaya akan membawa kita pada konsepsi kebenaran yang baik dan membangun.
Satu yang gw yakini dan gw anggap benar ialah setiap orang punya hak bahkan kewajiban buat sharing segala hal yang ia anggap benar, termasuk membangun komunitas ataupun organisasi atas kesamaan persepsi antar anggotanya, tapi memaksakan kebenaran terhadap orang yang tidak sependapat bukanlah tindakan yang bijak, terlebih bila menimbulkan perselisihan apalagi tindak kekerasan.
Inilah persepsi kebenaran menurut gw yang bukan siapa-siapa, hanyalah bocah iseng yang kurang kerjaan. Gw nulis krn manusia berkewajiban untuk saling berbagi, dan krn ga punya uang jadi gw bagi-bagi pendapat aje ye… terima kasih 🙂
Diskusi
Belum ada komentar.